Saturday, July 20, 2013
Wednesday, May 15, 2013
Untitled
Secangkir coffee mocca di depanku masih
belum kusentuh. Jemariku sibuk bermain di antara tombol telepon genggamku.
Tetes hujan mulai bosan memercik di kaca kafe, dimana kamu dan aku masih terkubur
dalam diam. Aku sesekali melihatmu, raut muka yang aku hapal seperti sedang
memikirkan sesuatu. Aku disini denganmu, tapi lamunanku terbawa pada dia yang
merajai hati tanpa aksara, yang seharusnya menghabiskan waktu bersamaku,
menggenggam tangan ini sampai riuh terompet tahun baru mulai menggema dan
sebuah kecup kening sebagai penyempurnanya. Pergantian tahun di kota yang
kebanyakan orang bilang menggapai cinta disana, Jogja, namun kamu justru
melepasnya. Ah ya, kita.
“Aku
melepasmu untuk dia, semoga lengkung pelangi di wajahmu tetap tercipta, walau
bukan untukku. Aku ga mau aku ada di tengah kebahagiaan kalian, promise I’ll be
happy for you guys”.
Ucapmu memecah lamunanku. Kalimat
darimu yang menjadi sebuah tamparan untukku. Tamparan karena telah membagi
perasaanku dengan orang lain. Dan dia, lelaki lain itu justru mendapatkan
tempat yang berlebih di hatiku, dibanding denganmu, lelaki yang seharusnya
berhak atas keseluruhan tempat di hatiku.
Hujan masih menetes malas di luar sana.
Aku sedikit mengumpat dalam hati saat lagu Tears and rain-nya Blunt mengalun lembut.
Kenapa harus lagu ini di saat seperti ini?.
“Maaf,
aku udah berusaha buat jaga perasaanku, tapi aku ga bisa lagi. I love him more
than I’ve loved you. But are you sure about it? are you insane or something?”
Aku yang mencintai lelaki lain, lebih
dari aku pernah mencintai kamu saat kamu masih menjadi alasan atas segala
perasaanku. Ditengah rasa yang seharusnya aku merasa bersalah, ada sedikit rasa
bahagia untuk imajinasi cinta yang tercipta bersama dengannya, lelaki lain itu.
Kau tahu betapa arogannya aku bukan? bahkan mungkin dewa dewi cinta dengan
mudah mengutukku dari atas sana dan memang sudah seharusnya.
“Iya, kamu bisa bilang aku bodoh untuk
lepasin kamu. Tapi aku lebih bodoh kalo memaksakan kamu tidak bahagia denganku.
Masalahnya bukan ada atau tidaknya kamu disisiku, tapi ada atau tidaknya
kebahagian yang aku ciptain buat kamu”.
Ucapanmu harusnya membuatku tersadar
bahwa mungkin Tuhan tidak menciptakan orang dengan hati yang sama sepertimu
lagi untukku. Bahwa mungkin, Tuhan tidak memberikanku lelaki yang sama
sepertimu untuk kedua kalinya.
“I can’t be good enough to give you a
happiness and I really want you to be happy, even I’m not the part of it.”
For a God’s sake, lelaki macam apa
kamu? Ketika aku meninggalkanmu untuk memilih lelaki lain yang menjadi
jawabanku tentang cinta. Kamu tetap berada disana, di tempatmu mencinta dengan
setia. Bukankah ini tak adil ketika kamu bersedia menunjukkan semesta cinta dan
aku sama sekali tak peduli melihatnya?
Dan bodohnya, masih dengan cinta yang
sama. Sorry I have to say that you’re the stupid one. Stupid for keep on
standing in the same place, praying for the same hope. A hope to be together,
us. Kamu bodoh untuk menyiakan ribuan cinta yang pernah kau jumpa pada mereka,
perempuan-perempuan lain yang siap mendambamu penuh asa.
Kamu bodoh, namun aku masih lebih
bodoh, untuk tidak melihatmu yang telah menghujaniku ribuan cinta, untuk tidak
sedikitpun peka atas semua serpihan luka yang kamu rasa.
Teruntuk kamu yang hatinya tercipta
dari ribuan doa para malaikat surga, pernah kuherankan berapa lama Tuhan
habiskan waktu untuk menciptamu, saat lapisan langit serta semesta raya memuja.
Maaf, mungkin hanya kata itu yang
pantas berada diatas semuanya.
Maaf.
Tidak (Perlu) Terjawab
Rintik
hujan menghujam lebat membasahi bumi secara tiba-tiba. Terpaksa aku berlari
cepat mencari tempat untuk berteduh. Sebuah toko sepatu yang sudah tutup
menjadi pilihanku. Ah, seharusnya aku lebih cepat memilih buku di tempat tadi,
sesalku dalam hati. Aku melirik jam di tangan kiriku, pukul 7.45, berarti sudah
3 jam aku di sana namun tak juga kutemukan buku yang kucari. Berada di antara
ribuan tumpukan buku-buku usang menjadi hal kedua yang dapat membuatku terlena
oleh waktu, setelah yang pertama adalah bersamamu. Dua aroma yang selalu saja
bisa menyesakkan nafasku, pertama untuk tubuhmu dan yang kedua berupa aroma
buku saat lembaran-lembaran usang itu bermain di sela jemariku.
Percikan
air hujan nakal membuat bajuku sedikit basah. Angin yang bertiup lembut
membuatku semakin kedinginan. Andai saja ada kamu disini bersamaku, aku perlu
pelukmu untuk menghangatkanku dan sedikit membuatku nyaman. Apa lebih baik
kucoba untuk menghubungimu?
085655573118
Nomor
yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.
Tidak
aktif? Lagi-lagi kamu tak bisa kuhubungi ketika aku butuh kamu, setidaknya aku
perlu kamu untuk menghabiskan sisa malam ini bersama, berbagi cerita atau
cinta. Sudah 3 hari kita menahan rindu karena tidak bertemu bukan?.
Berulang
kali aku melirik jarum jam yang kurasa berdetak lambat, berbeda dengan hujan
yang menerpa tanah semakin cepat. Pikiranku masih saja melayang ke arahmu,
menduga-duga apa yang sedang kamu lakukan di luar sana saat aku butuh kamu, seperti
sekarang. Aku mulai berimajinasi tentangmu yang datang menyelimutiku dengan
jaket jeans hitam favoritmu, mengusap telapak tanganmu pada lenganku untuk
sekedar membuatku hangat dan menggenggam jemariku erat.
Cipratan
air dari mobil yang baru saja lewat seketika membuyarkan lamunanku. Aku ingin
mengumpat, tapi aku tahu itu tak akan berarti apa-apa, membuang sisa energiku
sia-sia. Ah lebih baik kucoba menghubungimu lagi.
085655573118
Aku
hapal nomor teleponmu di luar kepala, tanpa harus mencoba mengingatnya.
Nomor
yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.
Aku
mencobanya sekali lagi, tidak ada dering disana dan kalimat operator masih saja
sama. Tidak aktif. Sudah 1 jam 5 menit berlalu dan masih saja tidak aktif?
tidak biasanya kamu mematikan handphonemu.
Mataku
tertuju pada neonbox sebuah kafe di ujung jalan. Kuputuskan untuk berteduh di
sana karena hujan masih saja belum mau berdamai dengan tanah. Kupercepat
langkahku, sedikit berlari menuju kesana. Mungkin aku bisa menghubungimu lagi
dan meminta sedikit waktumu untuk menghabiskannya bersamaku di kafe itu.
Seorang
pelayan berambut pendek membukakan pintu dan tersenyum, memilihkan tempat duduk
di dekat jendela untukku. “Terima kasih”, ucapku dan sekilas senyum sebagai
balasannya.
Belum
sempat aku melangkahkan kaki menuju tempat yang dipilihnya, mataku terpaku pada
sosok lelaki yang kukenal di sudut kafe. Dia, yang aku tunggu menyalakan
handphonenya dan menghabiskan malam bersamaku ada disana, menggenggam jemari
tangan perempuan lain yang ada di sampingnya. Ada air mata yang jatuh tiba-tiba
tanpa aku harus memberi aba-aba. Ada ribuan sesak yang menyelimutiku di dalam
dada. Aku perlu jemarimu untuk mengusap air mata di pipiku, tapi kamu lebih
memilih menggenggam jemarinya. Aku perlu meyakinkanmu bahwa aku adalah
satu-satunya, tapi kamu disini lebih memilih meyakinkannya bahwa dia adalah
segalanya.
Sekarang
aku tau, alasan kamu tak bisa berada bersamaku dan mematikan handphonemu untuk
panggilan dariku yang sepertinya tidak perlu terjawab. Seharusnya aku tidak
perlu menangis, langit tau aku bersedih dan menggantikannya untukku.
Surabaya,
16 Februari 2012
Terinspirasi
oleh Faizal Reza (Tidak Terjawab)
http://t.co/mzGEvY8x
For Women Who Are Difficult To Love
you are a horse running alone
and he tries to tame you
compares you to an impossible highway
to a burning house
says you are blinding him
that he could never leave you
forget you
want anything but you
you dizzy him, you are unbearable
every woman before or after you
is doused in your name
you fill his mouth
his teeth ache with memory of taste
his body just a long shadow seeking yours
but you are always too intense
frightening in the way you want him
unashamed and sacrificial
he tells you that no man can live up
to the one who lives in your head
and you tried to change, didn't you?
closed your mouth more
tried to be softer
prettier
less volatile, less awake
but even when you sleeping
you could feel him traveling away from you in his dreams
so what did you want to do love
split his head open?
you can't make homes out of human beings
someone should have already told you that
and if he wants to leave
then let him leave
you are terrifying
and strange and beautiful
something not everyone knows how to love
Warsan Shire
and he tries to tame you
compares you to an impossible highway
to a burning house
says you are blinding him
that he could never leave you
forget you
want anything but you
you dizzy him, you are unbearable
every woman before or after you
is doused in your name
you fill his mouth
his teeth ache with memory of taste
his body just a long shadow seeking yours
but you are always too intense
frightening in the way you want him
unashamed and sacrificial
he tells you that no man can live up
to the one who lives in your head
and you tried to change, didn't you?
closed your mouth more
tried to be softer
prettier
less volatile, less awake
but even when you sleeping
you could feel him traveling away from you in his dreams
so what did you want to do love
split his head open?
you can't make homes out of human beings
someone should have already told you that
and if he wants to leave
then let him leave
you are terrifying
and strange and beautiful
something not everyone knows how to love
Warsan Shire
Subscribe to:
Posts (Atom)