Wednesday, May 15, 2013

Untitled


Secangkir coffee mocca di depanku masih belum kusentuh. Jemariku sibuk bermain di antara tombol telepon genggamku. Tetes hujan mulai bosan memercik di kaca kafe, dimana kamu dan aku masih terkubur dalam diam. Aku sesekali melihatmu, raut muka yang aku hapal seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku disini denganmu, tapi lamunanku terbawa pada dia yang merajai hati tanpa aksara, yang seharusnya menghabiskan waktu bersamaku, menggenggam tangan ini sampai riuh terompet tahun baru mulai menggema dan sebuah kecup kening sebagai penyempurnanya. Pergantian tahun di kota yang kebanyakan orang bilang menggapai cinta disana, Jogja, namun kamu justru melepasnya. Ah ya, kita.

 “Aku melepasmu untuk dia, semoga lengkung pelangi di wajahmu tetap tercipta, walau bukan untukku. Aku ga mau aku ada di tengah kebahagiaan kalian, promise I’ll be happy for you guys”.
Ucapmu memecah lamunanku. Kalimat darimu yang menjadi sebuah tamparan untukku. Tamparan karena telah membagi perasaanku dengan orang lain. Dan dia, lelaki lain itu justru mendapatkan tempat yang berlebih di hatiku, dibanding denganmu, lelaki yang seharusnya berhak atas keseluruhan tempat di hatiku.

Hujan masih menetes malas di luar sana. Aku sedikit mengumpat dalam hati saat lagu Tears and rain-nya Blunt mengalun lembut. Kenapa harus lagu ini di saat seperti ini?.
 “Maaf, aku udah berusaha buat jaga perasaanku, tapi aku ga bisa lagi. I love him more than I’ve loved you. But are you sure about it? are you insane or something?”
Aku yang mencintai lelaki lain, lebih dari aku pernah mencintai kamu saat kamu masih menjadi alasan atas segala perasaanku. Ditengah rasa yang seharusnya aku merasa bersalah, ada sedikit rasa bahagia untuk imajinasi cinta yang tercipta bersama dengannya, lelaki lain itu. Kau tahu betapa arogannya aku bukan? bahkan mungkin dewa dewi cinta dengan mudah mengutukku dari atas sana dan memang sudah seharusnya.

“Iya, kamu bisa bilang aku bodoh untuk lepasin kamu. Tapi aku lebih bodoh kalo memaksakan kamu tidak bahagia denganku. Masalahnya bukan ada atau tidaknya kamu disisiku, tapi ada atau tidaknya kebahagian yang aku ciptain buat kamu”.
Ucapanmu harusnya membuatku tersadar bahwa mungkin Tuhan tidak menciptakan orang dengan hati yang sama sepertimu lagi untukku. Bahwa mungkin, Tuhan tidak memberikanku lelaki yang sama sepertimu untuk kedua kalinya.

“I can’t be good enough to give you a happiness and I really want you to be happy, even I’m not the part of it.”
For a God’s sake, lelaki macam apa kamu? Ketika aku meninggalkanmu untuk memilih lelaki lain yang menjadi jawabanku tentang cinta. Kamu tetap berada disana, di tempatmu mencinta dengan setia. Bukankah ini tak adil ketika kamu bersedia menunjukkan semesta cinta dan aku sama sekali tak peduli melihatnya?
Dan bodohnya, masih dengan cinta yang sama. Sorry I have to say that you’re the stupid one. Stupid for keep on standing in the same place, praying for the same hope. A hope to be together, us. Kamu bodoh untuk menyiakan ribuan cinta yang pernah kau jumpa pada mereka, perempuan-perempuan lain yang siap mendambamu penuh asa.
Kamu bodoh, namun aku masih lebih bodoh, untuk tidak melihatmu yang telah menghujaniku ribuan cinta, untuk tidak sedikitpun peka atas semua serpihan luka yang kamu rasa.

Teruntuk kamu yang hatinya tercipta dari ribuan doa para malaikat surga, pernah kuherankan berapa lama Tuhan habiskan waktu untuk menciptamu, saat lapisan langit serta semesta raya memuja.
Maaf, mungkin hanya kata itu yang pantas berada diatas semuanya.
Maaf.

Tidak (Perlu) Terjawab


Rintik hujan menghujam lebat membasahi bumi secara tiba-tiba. Terpaksa aku berlari cepat mencari tempat untuk berteduh. Sebuah toko sepatu yang sudah tutup menjadi pilihanku. Ah, seharusnya aku lebih cepat memilih buku di tempat tadi, sesalku dalam hati. Aku melirik jam di tangan kiriku, pukul 7.45, berarti sudah 3 jam aku di sana namun tak juga kutemukan buku yang kucari. Berada di antara ribuan tumpukan buku-buku usang menjadi hal kedua yang dapat membuatku terlena oleh waktu, setelah yang pertama adalah bersamamu. Dua aroma yang selalu saja bisa menyesakkan nafasku, pertama untuk tubuhmu dan yang kedua berupa aroma buku saat lembaran-lembaran usang itu bermain di sela jemariku.
Percikan air hujan nakal membuat bajuku sedikit basah. Angin yang bertiup lembut membuatku semakin kedinginan. Andai saja ada kamu disini bersamaku, aku perlu pelukmu untuk menghangatkanku dan sedikit membuatku nyaman. Apa lebih baik kucoba untuk menghubungimu?
085655573118
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.
Tidak aktif? Lagi-lagi kamu tak bisa kuhubungi ketika aku butuh kamu, setidaknya aku perlu kamu untuk menghabiskan sisa malam ini bersama, berbagi cerita atau cinta. Sudah 3 hari kita menahan rindu karena tidak bertemu bukan?.
Berulang kali aku melirik jarum jam yang kurasa berdetak lambat, berbeda dengan hujan yang menerpa tanah semakin cepat. Pikiranku masih saja melayang ke arahmu, menduga-duga apa yang sedang kamu lakukan di luar sana saat aku butuh kamu, seperti sekarang. Aku mulai berimajinasi tentangmu yang datang menyelimutiku dengan jaket jeans hitam favoritmu, mengusap telapak tanganmu pada lenganku untuk sekedar membuatku hangat dan menggenggam jemariku erat.
Cipratan air dari mobil yang baru saja lewat seketika membuyarkan lamunanku. Aku ingin mengumpat, tapi aku tahu itu tak akan berarti apa-apa, membuang sisa energiku sia-sia. Ah lebih baik kucoba menghubungimu lagi.
085655573118
Aku hapal nomor teleponmu di luar kepala, tanpa harus mencoba mengingatnya.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.
Aku mencobanya sekali lagi, tidak ada dering disana dan kalimat operator masih saja sama. Tidak aktif. Sudah 1 jam 5 menit berlalu dan masih saja tidak aktif? tidak biasanya kamu mematikan handphonemu.
Mataku tertuju pada neonbox sebuah kafe di ujung jalan. Kuputuskan untuk berteduh di sana karena hujan masih saja belum mau berdamai dengan tanah. Kupercepat langkahku, sedikit berlari menuju kesana. Mungkin aku bisa menghubungimu lagi dan meminta sedikit waktumu untuk menghabiskannya bersamaku di kafe itu.
Seorang pelayan berambut pendek membukakan pintu dan tersenyum, memilihkan tempat duduk di dekat jendela untukku. “Terima kasih”, ucapku dan sekilas senyum sebagai balasannya.
Belum sempat aku melangkahkan kaki menuju tempat yang dipilihnya, mataku terpaku pada sosok lelaki yang kukenal di sudut kafe. Dia, yang aku tunggu menyalakan handphonenya dan menghabiskan malam bersamaku ada disana, menggenggam jemari tangan perempuan lain yang ada di sampingnya. Ada air mata yang jatuh tiba-tiba tanpa aku harus memberi aba-aba. Ada ribuan sesak yang menyelimutiku di dalam dada. Aku perlu jemarimu untuk mengusap air mata di pipiku, tapi kamu lebih memilih menggenggam jemarinya. Aku perlu meyakinkanmu bahwa aku adalah satu-satunya, tapi kamu disini lebih memilih meyakinkannya bahwa dia adalah segalanya.
Sekarang aku tau, alasan kamu tak bisa berada bersamaku dan mematikan handphonemu untuk panggilan dariku yang sepertinya tidak perlu terjawab. Seharusnya aku tidak perlu menangis, langit tau aku bersedih dan menggantikannya untukku.

Surabaya, 16 Februari 2012
Terinspirasi oleh Faizal Reza (Tidak Terjawab)
http://t.co/mzGEvY8x

Are you a lucky man?


Awesome-Sparkle-Geometric-Table





by John Foster.

For Women Who Are Difficult To Love

you are a horse running alone
and he tries to tame you
compares you to an impossible highway
to a burning house
says you are blinding him
that he could never leave you
forget you
want anything but you
you dizzy him, you are unbearable
every woman before or after you
is doused in your name
you fill his mouth
his teeth ache with memory of taste
his body just a long shadow seeking yours
but you are always too intense
frightening in the way you want him
unashamed and sacrificial
he tells you that no man can live up
to the one who lives in your head
and you tried to change, didn't you?
closed your mouth more
tried to be softer
prettier
less volatile, less awake
but even when you sleeping
you could feel him traveling away from you in his dreams
so what did you want to do love
split his head open?
you can't make homes out of human beings
someone should have already told you that
and if he wants to leave
then let him leave
you are terrifying
and strange and beautiful
something not everyone knows how to love



Warsan Shire